IDEOPOLSTRATAK (Ideologi, Politik, Strategi Dan Taktik)

IDEOPOLSTRATAK (Ideologi, Politik, Strategi Dan Taktik)


A. Ideologi


Ideologi adalah landasan gerak, dalam arti yang lebih luas ideologi dapat dikatakan sebagai seperangkat nilai-nilai berdasarkan pandangan dunia (pandangan hidup) untuk mengatur kehidupan Negara dalam segi-seginya dan yang disusun dalam sebuah konstitusi berikut peraturan-peraturan dan implementasinya.
Pada wilayah ideology, Tauhid jelas haruslah menjadi dasar utamanya (sumber). Bagaimana pemahaman kader maupun manusia secara umum tentang Tauhid menjadi dasar dari epistemologinya. Sehingga dengan pengetahuan yang bersumber dari Tauhid tersebut akan dapat menghasilkan pandangan dunia yang objektiv. Selanjutnya pandangan dunia atau cara memahami realitas tersebut yang nantinya sebagai perangkat ideology. Jika lebih disederhanakan lagi, ideologi sangatlah penting dalam perjuangan politik, sebab ideology sebagai landasan setiap gerak yang akan diaktualisasikan.
Saat ini kita tahu bahwa terdapat banyak sekali ideology raksasa yang dengan segala varianya juga memiliki orientasi dalam pencapaian tujuan (liberalism, kapitalisme, sosialisme dll). Maka sebagai landasan gerak yang universal dan baku Tauhid adalah rujukan atau sumber utama ideologi yang jelas, permanent dan selalu relevan.

B. Politik

Politik secara sederhana dapat kita artikan sebagai suatu media untuk mencapai maksud atau tujuan. Politik merupakan pengetahuan terapan, di mana dengan pengetahuan politik maksud serta tujuan yang akan dicapai dapat diperjuangkan melalui perjuangan politik dengan menggunakan ilmu pengetahuan politik. Tentu saja di dalam politik tersebut masih membutuhkan banyak pengetahuan terapan yang lain, yaitu strategi dan taktik.
Di dalam Islam, system politik terdiri atas tiga prinsip pokok, Tauhid, Risalah dan Khilafah. Prinsip yang pertama termanifestasikan dalam pembahasan kita yang pertama mengenai ideology. Begitu juga dengan prinsip yang ke dua, selain termanifestasikan dalam ideology juga termanifestasikan melalui aturan-aturan serta tuntunan-tuntunan yang membatasi kekuasan seorang khilafah. Sedangkan sebagai khilafah, setidaknya manusia memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
 
1.  Pemilik dari bumi sepenuhnya adalah tetap Tuhan, bukan wakil-Nya yang bertugas mengelola.

2.  Pengelola itu akan mengelola milik Tuhan sesuai dengan instruksi-instruksinya (pemahaman kita terhadap tauhid yang termanifestasikan sebagai ideologi).

3.  Pengelola milik Tuhan akan akan melaksanakan kekuasannya dalam batas-batas yang telah ditetapkan Tuhan atas dirinya.

4.  Dalam mengelola itu, ia akan melaksanakan melaksanakan kehendak Tuhan, bukan kehendaknya sendiri (kemerdekaan individu, keharusan universal dan tetap bertitik tolak dari Tauhid).
Secara singkat politik adalah untuk kekuasaan, sebab hanya dengan kekuasanlah tujuan dapat terwujud. Namun dengan kekuasan yang telah didapatkan nantinya, kekuasan tersebut tetap harus dijalankan berdasarkan atas ideology yang sudah dipilihnya. Dalam kaitanya dengan ini, politik tidak terlepas dari 4 hal; order (susunan/pembagian, perintah), virtue (kebajikan), freedom (kebebasan atau kemerdekaan) dan happiness/welfare (kebahagiaan dan kesejahteraan). Kekuasaan yang diperoleh melalui politik haruslah dapat mewujudkan empat hal tersebut di atas, jika tidak maka kekuasaan yang ada bertentangan dengan fithrah dan tujuan kekuasaan yang murni, tentu saja jalan yang dilalui oleh perjuangan politik adalah tidak benar, sebab akibatnya pun tak selaras dengan tujuan idealnya.

C. Strategi dan Taktik

“Ilmu tanpa amal adalah dosa, demikian pula amal tanpa ilmu.” Pernyatan tersebut adalah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, jika kita kaitkan dengan perjuangan politik, maka politik adalah merupakan sebuah amal, jika tidak disertai dengan ilmu maka akan sia-sia. Dalam sebuah perjuangan politik, strategi dan taktik adalah ilmunya, selain landasan tauhid sebagai dasar ideology dan juga pengetahuan mengenai ilmu politik itu sendiri.
Strategi adalah memanfaatkan pertempuran untuk mengakhiri peperangan, taktik adalah penggunaan kekuatan untuk memenangkan suatu pertempuran.[7] Sedangkan menurut Mao Tse Tung strategi adalah untuk menguasai suatu peperangan secara keseluruhan, sedangkan taktik adalah untuk melakukan kampanye (yang merupakan bagian dari peperangan).[8] Namun yang perlu juga kita garis bawahi di sini adalah strategi dan taktik dalam politik tidak dapat meliputi sampai tercapainya tujuan, sebab strategi hanya meliputi jangka waktu tertentu. Dalam pandangan HMI, seperti yang diungkapkan oleh Dahlan Ranuwiharjo[9] mewakili pendidik politik di HMI, strategi adalah Bagaimana menggunakan peristiwa-peristiwa politik dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai rencana perjuangan, sedangkan taktik adalah bagaiman menentukan sikap atau menggunakan kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu pada saat tertentu.[10]
1.  Hubungan Taktik dengan Strategi
Taktik merupakan bagian dari strategi. Maka dalam hal ini, taktik harus tunduk kepada strategi yang ada.
a.  Jika semua taktik berhasil maka strateginya berhasil.
b.  Jika Semua taktik gagal maka strateginya gagal.
c.  Jika salah satu taktik gagal, maka strategi masih bias berhasil dengan syarat taktik yang lainnya berhasil, dan bersifat strategis.
d.  Jika Sebagian taktik berhasil namun sebagian taktik strategis yang lain gagal, maka stratei ggal.
Taktik strategis adalah taktik mengenai suatu kejadian politik, namun kejadian itu menentukan bagi seluruh rencana strategis, dengan kata lain taktik ini adalah taktik utama/prioritas.
Stratak hanya boleh dipelajari oleh pejuang tulen yang telah memiliki kesadaran nideologi dan organisasi serta sanggup berfikir politis realistis. Seorang yang penakut, menghindari resiko dan lebih mengedepankan kepentingan pribadi dari pada kepentingan perjuangan tidak usah mempelajari strata, akan sia-sia, kasihan strataknya. Sebaliknya, orang yang yang berkesadaran ideology serta organisasi haruslah mempelajari strategi dan taktik, sehingga dia tidak akan sembrono dalam bergerak, tidak anarkhis, tidak nyelonong saja serta tidak bertindak radikal ekstrem yang ngawur dan nekad.[11]
2.  Stratak dan Organisasi
Stratak adalah cara menggunakan oranisasi organisasi untuk mencapai sasaran perjuangan. Garis dari setiap strata harus disesuaikan dengan kondisi organisasi, kesuksesan strata akan semakin memperkuat organisasi, begitu juga sebaliknya. Semakin berkurang kekuatan organisasi, semakin tidak mampu organisasi itu melaksankan stratak yang besar, semakin kecil stratak yang dapat dilaksanakan oleh organisasi semakin jauh organisasi tersebut dari tujuan perjuangan politiknya. Stratak tidak mampu berdiri sendiri, melainkan dia hanya alat pelaksana bagi tujuan ideology.
3.  Tugas Stratak
Menciptakan, memelihara, dan menambah syarat-syarat yang akan membawa kepada tujuan (machts-vorming dan machts-aanwending)adalah tugas stratak. Dengan kata lain, tugas stratak adalah untuk mempertahankan dan menambah kekuatan serta posisi sendiri, di samping itu juga untuk menghancurkan dan mengurangi kekuatan serta posisi lawan.
4.  Dasar-dasar Menyusun Strategi
a.  Menetapkan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi dalam jangka waktu tertentu. Sasaran disesuaikan dengan kemampuan oranisasi.
b.  Jangka waktu ditentukan sebagai jangka waktu sekarang (jangka pendek) dan jangka waktu beberapa tahun ke depan (jangka panjang).
c.  Harus terdapat rencana atau strategi alternative.
d.  Harus dapat menambah kekuatan serta memperkuat posisi.
e.  Harus mampu membentuk opini public (subyektifitas menjadi objektifitas, sebab mendapatkan dukungan dan sokongan dari kesepakatan wacana public).
5.  Dasar-dasar Membentuk Taktik[12]
Dikarenakan taktik merupakan bagian dari strategi maka dasar bagi strategi berlaku juga untuk taktik. Namun masih terdapat beberapa dasar yang berlaku untuk taktik,
a.  Fleksibilitas, sikap dan langkah dapat berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi.
b.  Orientatif, evaluative dan estimative, perjuangan politik tidak mampu melihat hasil atau keberhasilan yang dicapai nanti, sebab hal tersebut belum terjadi. Namun dengan menentukan langkah, mengira-ngira (mengorientasikan) serta mengevaluasi keadaan dan kemungkinan yang akan terjadi, disertai dengan memperhitungkan beberapa hal maka kita akan dapat melihat bayangan aka nada dan tidaknya kesempatan untuk berhasil.
c.  Kerahasian, strategi harus dirahasiakan, biarlah lawan meraba apa langkah perjuangan yang akan kita lalui.
d.  Gerak tipu/mengelabuhi.
e.  Lima S; Sasaran, Sarana, Sandaran, Sistem, Saat.
f.  Perpaduan antara Kondisi Objektif dan Kondisi Objektif, kondisi subjektif mematangkan kondisi objektif, begitu juga sebaliknya. Antara kedua kondisi ini memiliki hubungan timbale balik yang saling mempengaruhi.
6.  Hukum-hukum Stratak
a.  Kwantitas.
b.  Perpaduan antara kwalitas dan kwantitas.
c.  Posisi.
d.  Cadangan.
e.  Kawan, Sekutu dan Lawan.
f.  Divide et impera.
g.  Menyerang adalah pertahan yang terbaik.
h.  Membenarkan segala cara, selama tidak bertentangn dengan ideology dan membawa akibat yang dapat merugikan diri sendiri.
7.  Pedoman Mencapai Hasil
a.  Mencegah mudhorat lebih diutamakan dari menarik manfaat.
b.  Apa yang dapat diselesaikan hari ini, selesaikan, jangan menunda.
c.  Tidak ada rotan, akarpun jadi.
d.  Hasil dalam perjuangan terletak pada hasilnya sendiri, tidak ada satupun yang berhasil daripada keberhasilan.

D. Pejuang Paripurna

Setiap manusia dilahirkan sebagai pemimpin di muka bumi ini, utamanya adalah sebagai wakil Tuhan. Sebagai pemimpin dan juga wakil Tuhan seharusnya manusia dalam menjalankan segala gerak dan langkah perjuangannya dilandasi dari ke-Tauhid-an. Setiap pemimpin haruslah memahami, meresapi dan menghayati enam syarat perjuangan politik yang telah disebutkan di atas, selain juga harus mampu menanganinya.
Pejuang paripurna haruslah selesai pada wilayah Iman dan ilmu, setidaknya memiliki kapasitas pada dua wilayah tersebut, sehingga dalam pengamalannya tidak lagi keliru. Keparipurnaannya didasarkan pada bagaimana ia mampu untuk berfikir, berjuang dan bekerja secara maksimal. Pola berfikir dan bertindak seperti itu akan semakin mendekatkan organisasi kepada tujuan perejuangannya.
Dalam setiap perjuangan politiknya, pejuang paripurna haruslah memiliki beberapa landasan dan nilai-nilai dasar sebagai berikut;
1.  Landasan dari nilai-nilai dasar,
a.  Tauhid.
b.  Risalah.
c.  Kekhalifahan.
2.  Nilai-nilai dasar,
a.  Persamaan derajat manusia.
b.  Musyawarah.
c.  Hak-hak demokrasi.
d.  Keadilan.
e.  Kepentingan umum.
f.  Mencegah kedholiman tas manusia.
g.  Hak atas hidup
h.  Hak bagi si miskin.
i.  Hak antara pemimpin dan yang dipimpin.hak minoritas.
Dengan beberapa hal tersebut di atas, maka hasil dari perjuangan polotik akan dapat memberikan manfaat yang besar serta tidak sia-sia,[13] akan mampu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
__________
Literatur
Al Qur’an dan Hadits
A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000
H. Munawir Sjadzali, M.A, Islam dan Tata Negara, Jakarta, UIP, 1993
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
Kitab Jawa Kuno; Serat Wedhatama
Kitab Jawa Kuno Serat Wotgaleh
Sun Tzu Wu, The Art of War, Singapura, 1985

[1] Penjelasan mengenai ini dapat ditemukan di dalam Al Qur’an, Hadits serta literature-literatur dalam Filsafat Islam.
[2] Penjelasan mengenai ini dapat ditemukan di dalam Al Qur’an, Hadits serta literature-literatur dalam Filsafat Islam.
[3] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm. 105
[4] Al Qur’an dan Hadits
[5] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm. 17
[6] Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
[7] Clausevitz.
[8] Mao Tse Tung. (1963).
[9] Mantan Ketua Umum PB HMI Periode 1951-1953,  Ketua Dewan Pembimbing dan Penasehat  PB HMI tahun 1964-1966, Ketua Umum Koordinasi Nasional KAHMI tahun 1977-1980,
[10] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm 87
[11] Nasehat dari para Pujanga Jawa intisari  Kitab Jawa Kuno; Serat Wedhatama dan Serat Wotgaleh
[12] Sun Tzu Wu, The Art of War, Singapura, 1985
[13] A. Dahlan Ranuwiharjo, SH, Menuju Pejuang Paripurna, Ternate, KAHMI Maluku Utara, 2000, hlm  37


ED. (YZ)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama