Lahirnya Koperasi di Tubuh Maxim Kendari Bentuk Diskriminasi Terhadap Driver Non Koperasi

Lahirnya Koperasi di Tubuh Maxim Kendari Bentuk Diskriminasi Terhadap Driver Non Koperasi

 


Opini, Media Haluoleo - Ketua Aliansi Driver Maxim Kota Kendari, Sukur Patakondo menilai bahwa lahirnya dua koperasi di tubuh Maxim Cabang Kendari yakni Koperasi Daksa Adhiraja Sukses (Kopdas) dan Koperasi Driver Jalanan Maxim (DJM) membuat sebagian driver Maxim car merasa didiskriminasi berbentuk pemberian order prioritas, masa pemblokiran akun dan fasilitas lainnya.


Karena praktek yang dilakukan oleh kedua koperasi tersebut telah mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan tidak sehat terhadap mitra non koperasi. Dengan demikian, hadirnya kedua koperasi tersebut membuat presentase jumlah orderan pengemudi non koperasi menurun drastis.

Kedua koperasi tersebut diduga melanggar pasal 14 dan pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Kita mengambil contoh saja, ada salah satu driver car non koperasi sudah berjam-jam menunggu orderan di tempat A, namun pada saat datang driver yang sudah masuk koperasi maka orderan di tempat A tersebut pasti masuk di driver koperasi tersebut," tulis Sukur Patakondo dalam pers rilisnya.

Dengan demikian, Sukur Patakondo menilai bahwa hal tersebut merupakan bentuk diskriminasi terhadap driver non koperasi. Padahal sebelum adanya koperasi, sistem pembagian orderan di aplikasi Maxim sangat adil, karena sebelumnya siapa yang paling dekat maka dialah yang akan mendapatkan orderan tersebut.

"Maka mau tidak mau sejumlah driver memaksakan diri mereka untuk bergabung di koperasi. Karena kalau dia masih bertahan di non koperasi akan stengah mati mendapatkan orderan. Masuknya teman-teman driver di dua koperasi bukan persoalan perjalanan mereka di lindungi oleh jasa Raharja maupun perlindungan lainnya melainkan agar akun mereka setara dengan akun yang sudah bergabung di koperasi.

Jadi, lanjut Sukur Patakondo, fungsi koperasi tersebut bagi driver bukan untuk mendaptkan legalitas dan jaminan keselamatan pada saat berkendara melainkan akun driver mendapatkan prioritas di atas prioritas.

"Jadi ada sinkronisasi antara koperasi dan pihak kantor Maxim Cabang Kendari. Ada permainan antara kedua koperasi tersebut dan pihak kantor Maxim Cabang Kendari. Hanya kantor Maxim Cabang Kendari yang menggunakan sistem koperasi, kalau di daerah-daerah lain tidak ada itu sistem koperasi," tegasnya.

Ia menilai bahwa kasus tersebut sama halnya yang dialami oleh aplikasi grab. Aplikasi buatan Malaisia tersebut bekerjasama dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI). Saat itu grab dinilai memberikan perlakuan eksklusif kepada mitra pengemudi yang berada di bawah naungan TPI.

Sukur Patakondo menegaskan, kasus yang dilakukan oleh grab sebenarnya hampir sama dengan yang terjadi di Maxim Cabang Kendari. Kalau dulu sebelum adanya koperasi tersebut, pembagian order di Maxim sangat adil. Tapi pada saat masuk kedua koperasi ini, pembagian order sudah tidak adil.

"Bayangkan saja driver yang sudah bergabung di koperasi biar dia minta orderan dari jarak jauh pasti dikasi sama driver tersebut, padahal masih ada driver non koperasi yang dekat dengan jarak pelanggan. Apakah ini bukan bentuk diskriminasi terhadap driver," terangnya.

Dengan demikian, ia mengancam kasus tersebut akan dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar pengemudi mobil yang sudah bermitra dengan Maxim Cabang Kendari bisa diperlakukan dengan cara yang adil.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama