Jakarta - Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengkaji penggunaan dokumen family book atau buku keluarga untuk memperkuat pencatatan sipil. Pesan itu disampaikan Sekretaris BSKDN Kurniasih saat mewakili Kepala BSKDN memberi sambutan dalam Seminar Analisis Penerapan Family Book sebagai Dokumen Pendudukan. Kegaitan tersebut berlangsung di Swiss-Belresidences Kalibata Jakarta pada Kamis, 24 Agustus 2023.
Kurniasih menerangkan terkait dokumen kependudukan di Indonesia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan antara lain terdiri dari Biodata Penduduk, Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), surat keterangan kependudukan dan Akta Pencatatan Sipil. Adapun istilah family book tidak termasuk dalam lingkup dokumen kependudukan yang diatur dalam peraturan tersebut.
Dia melanjutkan, family book adalah pencatatan sipil berbasis silsilah keluarga. Dokumen tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi silsilah keluarga berdasarkan asas keturunan dan perikatan hukum. Family book, kata Kurniasih, berguna untuk proses waris, penguatan hak-hak sipil seseorang dan lainnya, terutama dalam kaitan pengakuan, pengangkatan dan pengasahan anak.
"Ini (Family book) adalah inovasi baru berupa dokumen kependudukan yang tidak berasaskan tempat tinggal, tetapi berdasarkan pada keturunan dan hukum yang memiliki manfaat yang belum bisa didapatkan dari doukumen kependudukan yang sudah ada," jelasnya.
Kendati potensi manfaat yang diberikan family book sangat banyak, namun menurut Kepala Pusat Strategi Kebijakan, Kewilayahan, Kependudukan dan Pelayanan Publik TR. Fahsul Falah, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam penerapannya di Indonesia. Terlebih, belum adanya kajian di dalam maupun luar negeri yang secara komprehensif mengkaji family book tersebut.
"Untuk itu, melalui kegiatan ini kami ingin mengetahui tanggapan dan saran dari berbagai pihak terhadap penerapan family book sebagai salah satu dokumen kependudukan," ujarnya.
Sementara itu, Dosen Universitas Gunadarma Henki Firdaus mengatakan, perkembangan teknologi akan semakin memudahkan masyarakat dalam mendapatkan berbagai informasi termasuk mengenai pencatatan kependudukan. Dia menyebutkan, dalam aplikasi family book misalnya menampilkan pohon keluarga untuk memudahkan upaya melacak hubungan keluarga dari nama yang dicari.
"Teknologi itu memang kita butuhkan, tidak bisa kita hindari, tapi bisa jadi dua sisi bisa manfaat bisa juga bahaya, kita hanya berusaha membuat aplikasi untuk memudahkan masyarakat mendapatkan informasi, tapi kemanfaatnya tergantung _feedback_ dari masyarakat untuk perbaikan aplikasi ini," katanya.
Sejalan dengan itu, Dosen Industri Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) Umar Alhansyi mengingatkan kepada seluruh pengguna memanfaatkannya semaksimal mungkin dengan tetap memperhatikan faktor risiko, seperti kerahasiaan data dan keamanan data yang harus terus dijaga.
"Penting bagi kita untuk mengelola risiko, enggak mungkin kita mengambil manfaatnya saja, risikonya kita hilangkan, enggak mungkin juga kita tidak melakukan sesuatu karena ada risikonya, jadi yang penting kita dalam konteks ini adalah bagaimana mewujudkan manfaat-manfaat dari family book tapi kita _manage_ risiko-risikonya pada titik yang bisa kita terima," pungkasnya.