DPR RI Memahami Pandangan Pemerintah Soal Rencana Penerbitan Perppu Pilkada

DPR RI Memahami Pandangan Pemerintah Soal Rencana Penerbitan Perppu Pilkada



 

Jakarta – DPR RI memahami pandangan pemerintah terkait dengan rencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengubah jadwal Pilkada 2024, dari sebelumnya November 2024 menjadi September 2024. Pemahaman itu menjadi salah satu kesimpulan Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian di Ruang Rapat Kerja Komisi II DPR RI, Rabu (20/9/2023).


Pandangan pemerintah itu juga selaras dengan masukan asosiasi pemerintah daerah dan asosiasi DPRD. Komisi II bakal membahas lebih lanjut substansi perubahan pada pasal-pasal UU Nomor 10 Tahun 2016 bersama Mendagri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.


 

Dalam kesempatan itu, Mendagri menjelaskan urgensi menerbitkan Perppu. Hal ini dilandasi dari amanat filosofi terbitnya UU Nomor 10 Tahun 2016 yang melihat tidak selarasnya masa pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk provinsi dengan kabupaten/kota. Kondisi ini berdampak terhadap perbedaan dokumen perencanaan hingga pelaksanaan program menjadi tak sejalan.

“Misalnya ada jalur tol yang dibangun oleh pemerintahan nasional, dan kemudian tidak dibuat perencanaan yang melengkapi jalur tol itu oleh jalanan provinsi, jalanan provinsi tidak dibuat lagi jalan kabupaten/kotanya,” terang Mendagri.


 
Karena itu, regulasi tersebut hendak menyelaraskan jalannya pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dilakukan dengan mengamanatkan adanya keserentakan Pilkada di tahun yang sama, termasuk dengan pemilu nasional. “Kami berupaya memahami betul filosofinya (UU Nomor 10 Tahun 2016),” jelasnya.

Pemerintah, kata dia, tak ingin daerah terlalu lama dan banyak yang dipimpin penjabat (Pj.) kepala daerah akibat adanya kekosongan. Pasalnya, terdapat 101 daerah dan 4 daerah otonom baru di Papua dan Papua Barat yang diisi oleh Pj. kepala daerah sejak 2022. Kemudian terdapat 170 daerah yang diisi oleh Pj. kepala daerah pada 2023, serta 270 kepala daerah hasil Pilkada 2020 yang akan berakhir masa jabatannya pada 31 Desember 2024.

Berdasarkan data tersebut, terdapat potensi terjadinya kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025. Apabila ini terjadi, maka pada 1 Januari 2025 terdapat 545 daerah yang berpotensi tidak memiliki kepala daerah definitif. “Oleh karena itu perlu diambil langkah-langkah yang sifatnya strategis dan mendesak untuk menghindari kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025,” ujarnya.


 

Dia mengatakan, salah satu upaya mengantisipasi kekosongan kepala daerah tersebut harus dipastikan hasil Pilkada Serentak 2024 sudah dilantik paling lambat 1 Januari 2025. Karena itu, perlu adanya pengaturan mengenai batas akhir pelaksanaan pelantikan bagi kepala daerah hasil Pilkada Tahun 2024.

Guna memastikan pelantikan tersebut, proses pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 harus disesuaikan menjadi September 2024. Selain itu, tambah Mendagri, perlu juga mempersingkat durasi masa kampanye serta durasi penyelesaian sengketa proses pilkada atau sengketa pencalonan.

Mendagri mengatakan, dengan menyerentakkan pemilu dan pilkada pada 2024 dan pelantikan hasil pilkada paling lambat 1 Januari tahun 2025 dinilai akan menghasilkan pemerintahan yang stabil. Pelaksanaan pembangunan di provinsi dan kabupaten/kota juga akan selaras dengan pembangunan pusat.

Dirinya menegaskan, pemerintah bakal segera menyerahkan rancangan Perppu kepada DPR RI sebelum masa sidang 2023 berakhir. Dalam prosesnya, pemerintah akan selalu mengonsultasikan dengan KPU, Bawaslu, DKPP, dan DPR RI agar muatan Perppu sesuai yang diharapkan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama