Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI/Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Tetap Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Borobudur, Universitas Terbuka dan Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA)
VISI-misi berbangsa-bernegara yang telah dimeteraikan dalam pembukaan UUD 1945 wajib diejawantahkan melalui pembangunan berkelanjutan, pembangunan terencana dan dengan menetapkan target yang realistis. Visi-misi itu adalah juga amanat rakyat berdaulat yang hendaknya dituangkan dalam Pokok-Pokok Halauan Negara (PPHN) agar selalu dipatuhi sekaligus menjadi jaminan konstitusional bagi upaya berkelanjutan mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pembukaan UUD 1945 yang sudah menetapkan dengan tegas tentang visi-misi negara-bangsa tetap berlaku mutlak karena tidak diamandemen. Intisari dari visi-misi negara adalah merawat kemerdekaan, merawat kedaulatan rakyat, merawat persatuan, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial.
Semua orang sadar sepenuhnya bahwa mewujudkan visi-misi negara-bangsa itu tidak bisa instan, melainkan harus dengan kerja keras melalui proses pembangunan yang berkelanjutan. Realisasi pembangunan harus berpijak pada perencanaan yang futuristik, karena dari visi-misi negara pun mewajibkan setiap generasi untuk memperkirakan dan mengantisipasi perubahan di masa depan.
Jadi, jelas bahwa mewujudkan visi-misi negara tidak bisa eksperimental atau spekulatif. Kerja mewujudkan visi-misi itu tetap harus berpijak pada hasil adaptasi perubahan zaman, karena baik kebutuhan negara maupun kebutuhan rakyat akan selalu berubah sejalan perkembangan zaman. Karenanya, visi-misi negara pun harus futuristik.
Contoh paling nyata saat ini adalah perlunya percepatan pembangunan bagi tersedianya infrastruktur Tekonologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Lebih dari satu-dua dekade lalu, urgensi TIK mungkin tak pernah masuk dalam hitungan. Namun kini, urgensi percepatan menyediakan infrastruktur TIK tak terelakan karena perubahan menuntut digitalisasi pada berbagai aspek kehidupan.
Lalu, oleh karena perkembangan siber (komputer dan informasi) ikut menghadirkan beragam ekses pada aspek ketahanan nasional, muncul kebutuhan berupa matra angkatan keempat, yakni angkatan siber. Masifnya serangan siber dan potensi perang siber membangun kesadaran bahwa urgensi kehadiran matra angkatan siber tidaklah mengada-ada.
Dengan memaknai hakekat Pembukaan UUD 1945 itu, setiap administrasi pemerintahan yang dipimpin presiden dan wakilnya diwajibkan untuk mewujudkan visi-misi itu dari waktu ke waktu. Perencanaan dan program pembangunan yang disusun dan ditawarkan harus berpijak pada visi-misi negara-bangsa. Kemakmuran serta kesejahteraan rakyat akan diwujudkan dengan melaksanakan pembangunan di berbagai sektor melalui program berkelanjutan.
Dengan tetap berpijak pada pembukaan UUD 1945, visi-misi negara harus selalu mengalami penyesuaian seturut perubahan zaman. Penyesuaian itu kemudian dituangkan dalam Pokok-pokok Halauan Negara (PPHN) yang dirumuskan oleh MPR RI. Dengan begitu PPHN adalah amanat rakyat yang di dalamnya terkandung ketetapan atau perintah konstitusional untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
PPHN hendaknya dipahami sebagai dokumen hukum bagi penyelenggara pembangunan nasional yang berbasis kedaulatan rakyat. Artinya, amanat rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD, berwenang merancang dan menetapkan garis besar tujuan pembangunan nasional. Dokumen ini menjadi rujukan bagi presiden dan lembaga negara dalam menyusun berbagai program pembangunan sesuai kewenangan masing-masing.
Setiap presiden boleh saja menawarkan ide atau gagasan baru, namun pijakannya tetaplah PPHN. Sebab, PPHN itu adalah amanat dari rakyat yang berdaulat, karena PPHN dirancang dan disepakati oleh semua elemen rakyat di MPR.Sudah barang tentu bahwa muatan PPHN itu sendiri diinspirasi oleh proses adaptasi perubahan zaman dengan ragam tantangannya.
Semua elemen bangsa telah diingatkan perihal ragam tantangan riel yang mengemuka akibat perubahan zaman. Ragam tantangan itu harus ditanggapi dengan proyeksi, perencanaan, dan kerja yang berfokus serta berkelanjutan. Tentu saja menjadi sangat relevan jika semua itu dikaitkan dengan tekad mewujudkan profil Indonesia Emas 2045, saat negara-bangsa memperingati satu abad usia proklamasi Kemerdekaan.
Di antara beragam tantangan itu, negara harus lebih peduli pada sektor ketahanan dan kemandiran di sektor pangan. Patut ditetapkan dalam PPHN karena perubahan pola iklim dengan segala eksesnya berpotensi melemahkan ketahanan pangan. Tantangan lain yang tak kalah pentingnya adalah percepatan tersedianya energi baru terbarukan (EBT) untuk mengakhiri penggunaan energi fosil yang polutif.
Pada aspek pembangunan sumber daya manusia (SDM), Indonesia harus segera menghadirkan SDM bertalenta digital dalam jumlah yang tidak sedikit. SDM bertalenta digital sangat dibutuhkan pada semua sektor, termasuk harus menjangkau digitalisasi di pedesaan. Digitalisasi di seluruh pelosok tanah air akan terwujud jika dilakukan percepatan pembangunan infrastruktur TIK. Program penyediaan EBT maupun SDM bertalenta digital harus butuh konsistensi, sehingga layak pula ditetapkan dalam PPHN.
Sedangkan pada aspek pembangunan ekonomi dan Industri, negara-bangsa didorong untuk mempercepat transformasi ekonomi dengan hilirisasi sumber daya alam (SDA). Sudah begitu banyak kalkulasi yang menjelaskan SDA milik Indonesia begitu berharga karena dibutuhkan pasar dan komunitas internasional, kini dan di masa depan. Kalkulasi itulah yang menghadirkan momentum bagi Indonesia untuk melaksanakan program hilirisasi SDA.
Dan, jika hilirisasi potensi SDA dilaksanakan dengan konsisten, transformasi ekonomi Indonesia akan mengalami perepatan. Indonesia tidak lagi menjual bahan mentah, melainkan negara yang menjadikan investasi, industri serta produktivitas sebagai basis kekuatan ekonomi. Hilirisasi SDA akan menumbuhkembangkan ragam sub-sektor industri di dalam negeri. Sektor industri Indonesia terdorong melakukan pendalaman agar mampu mengolah ragam SDA itu menjadi produk akhir bernilai tambah tinggi dan kompetitif di pasar global.
Karena itu, momentum percepatan transformasi ekonomi dengan hilirisasi SDA jangan disia-siakan lagi. Kekayaan SDA Indonesia berlimpah. Dari emas, tembaga, bauksit, nikel, timah, batu bara hingga kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, kakao, teh dan rempah-rempah lainnya. Harus tumbuh keberanian dan kemauan mengelola dan mengolah SDA dengan penuh kebijaksanaan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Agar konsistensi hilirisasi SDA itu terjaga, agenda yang strategis ini layak ditetapkan dalam PPHN. Kebutuhan akan PPHN sejatinya adalah keniscayaan. Sebab PPHN menjadi jaminan konstitusional bagi terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan transformasi ekonomi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.