BANDUNG - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur Bambang Soesatyo mendorong agar pemerintah membentuk aturan mengenai penarikan dan pendistribusian royalti musik dan lagu dari platform digital. Mengingat aktifitas seperti music cover dan music streaming melalui berbagai platform digital seperti Youtube dan Tiktok semakin berkembang pesat.
Penarikan dan pendistribusian royalti tersebut bukan untuk mengekang kreatifitas para content creator. Melainkan untuk memastikan para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait bisa mendapatkan hak ekonomi mereka secara berkeadilan.
"Sehingga setiap karya yang dihasilkan membawa keuntungan ekonomi bagi mereka sendiri. Mengingat untuk menghasilkan sebuah karya lagu dan musik, membutuhkan kreatifitas tinggi. Tidak bisa dilakukan sembarang orang," ujar Bamsoet usai menguji disertasi dalam Ujian Sidang Tertutup Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNPAD, Isti Novianti dengan tema 'Urgensi Pendirian Lembaga Managemen Kolektif Nasional (LMKN) Untuk Pengelolaan Hak Ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait Pada Era Ekonomi Digital' di Universitas Padjadjaran Bandung, Sabtu (1/9/23).
Turut hadir para penguji lainnya antara lain, Penanggungjawab Dr. Idris, Ketua Sidang Prof. Huala Adolf, Ketua Promotor Prof. Ahmad M. Ramli, Anggota Promotor Prof. Eddy Damian dan Miranda Risang Ayu, serta Representasi Guru Besar Prof. Sinta Dewi.
Hadir pula para oponen ahli lainya yakni Rika Ratna Permata, Ranti Fauza Mayana, Marni Emmy Mustafa, dan Tasya Safiranita.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah yakni memperkuat kewenangan LMKN agar dapat mengumpulkan royalti melalui platform digital. Sekaligus menghadirkan sistem teknologi informasi terintegrasi yang dapat memberikan informasi kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait dalam pengelolaan royalti, baik dalam penarikan maupun pendistribusiannya.
"LMKN lahir berdasarkan amanat UU No.28/2014 tentang hak cipta. Berwenang mengumpulkan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI dan mendistribusikannya kepada para pencipta, pemegang hak, dan pemilik hak terkait melalui lembaga manajemen kolektif (LMK)," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, sebagai turunan dari UU tersebut, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.56/2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Didalamnya memuat tentang kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dan ataupun pada layanan publik.
Pada saat itu, perkembangan musik digital seperti melalui platform Youtube dan Tiktok belum begitu masif seperti saat ini. Karenanya, berbagai pihak yang diatur wajib membayar royalti hanya yang offline. Diantaranya, seminar, konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, diskotek, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, kapal laut, pameran, bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank,kantor serta pertokoan.
"Selain itu, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel, fasilitas hotel dan usaha karaoke. Tidak menutup kemungkinan, penarikan royalti melalui platform digital seperti Youtube dan Tiktok juga bisa dilakukan oleh LMKN, sehingga para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait bisa mendapatkan hak ekonomi secara berkeadilan," pungkas Bamsoet.