Ditjen Dukcapil Ingatkan Penyusunan Regulasi Mampu Antisipasi Dinamika Masa Depan

Ditjen Dukcapil Ingatkan Penyusunan Regulasi Mampu Antisipasi Dinamika Masa Depan





 

Jakarta - Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri senantiasa berupaya menyesuaikan regulasi seiring tuntutan dan perkembangan zaman. Baru saja Permendagri No. 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan diubah menjadi Permendagri No. 17 Tahun 2023.

Kali ini Permendagri No. 108 Tahun 2019 dan tentang Peraturan Pelaksanaan Perpres No. 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil dianggap sudah ketinggalan sehingga perlu direvisi. Begitu juga dengan Permendagri No. 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan

"Kita menginginkan revisi Permendagri 109 Tahun 2019 agar semakin baik mengantisipasi pelayanan administrasi kependudukan di masa depan. Demikian pula, UU Adminduk No.24 Tahun 2013 sudah perlu direvisi. Dukcapil harus mulai menyelaraskan regulasi agar bisa men-support secara baik, antara lain Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik," kata Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi saat memberi arahan pada Focus Group Discussion Asistensi Penyelesaian Permasalahan Perubahan Status Anak, bertema "Penyusunan Permendagri tentang Kebijakan Buku dan Formulir yang Digunakan untuk Dafdukcapil", di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

Revisi tersebut juga untuk mengakomodasi dan mempermudah pelayanan adminduk bagi WNI yang ada di luar negeri. Selama ini, Ditjen Dukcapil bekerja sama dengan Ditjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri khususnya terkait pelindungan WNI di 129 perwakilan RI di luar negeri. "Dengan revisi diharapkan output dokumen kependudukan di mana pun di seluruh dunia akan sama dan terstandardisasi," jelas Dirjen TeGuh.

Dirjen Teguh mengingatkan tantangan bagi Ditjen Dukcapil di masa depan sangat berat. Sebab, penataan yang dilakukan Ditjen Dukcapil dalam wujud berbagai inovasi, bahkan lompatan yang terukur dan terencana belum diimbangi dengan dukungan regulasi yang memadai.

"Saya sudah berkeliling ke instansi terkait antara lain ke OJK, ke Bank Indonesia dan instansi terkait agar regulasi yang kurang mendukung pemanfaatan Identitas Kependudukan Didital dapat direvisi. Misalnya, dengan adanya IKD tak perlu lagi fotokopi KTP-el, tidak perlu menunjukkan KTP-el fisik, selfie dengan KTP-el untuk otentikasi, dan seterusnya," jelas Dirjen Teguh.

Dia juga berpesan agar revisi regulasi atau regulasi baru yang dibuat harus mampu menyikapi dinamika masa depan. "Jadi tolong regulasi yang dibuat sekarang berorientasi ke masa depan sehingga Dukcapil mampu lebih cepat, lebih lincah. Dukcapil yang trengginas dan responsif. Bukan untuk mempersulit atau membikin ribet penduduk sehingga menjadi bumerang bagi Dukcapil," pesannya wanti-wanti.







 

Kendati demikian, Dirjen kembali mengingatkan pelayanan administrasi kependudukan termasuk pemberian hak akses data kependudukan jangan sampai menabrak regulasi. "Jangan pula terlalu menggampangkan, ikuti aturan dan prosedur dengan benar. Misalnya, ada yang menginginkan 31 elemen data secara gelondongan, jelas tidak bisa," tegas Teguh Setyabudi, Dirjen Dukcapil.

Sementara Direktur Dafdukcapil AS Tavipiyono menjelaskan sejumlah pokok pikiran rancangan Permendagri tentang Perubahan atas PMDN No. 109 Tahun 2019.

Misalnya, elemen data penyebab kematian dalam formulir yang digunakan dalam pencatatan sipil hanya ada 6 (sakit biasa, kriminalitas, wabah penyakit, bunuh diri kecelakaan, lainnya). Sedangkan penyebab kematian menurut Kemenkes jumlahnya banyak dan belum tertampung dalam formulir F.2.01 dan F.2.02.

Demikian halnya dengan perubahan terminologi dari cacat fisik dalam Permendagri existing, menjadi disabilitas dengan menyesuaikan terminologi dalam UU No. 8 Tahun 2016. Dalam UU tentang Disabilitas tersebut disebutkan ragam disabilitas terdiri 4, yakni disabilitas fisik (amputasi, lumpuh layu, paraplegi, cerebral palsy, akibat stroke, akibat kusta, orang kecil); disabilitas intelektual (lambat belajar, grahita, down syndrome); disabilitas mental (skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, gangguan kepribadian, autis, hiperaktif); dan disabilitas sensorik (netra, rungu, wicara).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama