Takalar, Sulsel - Salah Satu Bangunan Milik Nasabah Yang Dijaminkan Diduga Telah Dilelang Pihak Bank BRI Cabang Takalar Tanpa Sepengetahuan Ahliwaris. Pihak Bank BRI Kantor Cabang Pembantu Jend Sudirman kabupaten takalar diduga tak memberikan asuransi jiwa kredit kepada nasabah yang bernama Abd Aziz Manakku berusia 57 tahun hingga meninggal dunia pada 6 Oktober 2012.
Tak hanya itu, pihak bank juga diduga telah melelang bangunan yang digadaikan dan tak melibatkan pihak ahli waris bernama Hj.Patimasang selaku Pemilik wisma asman Sementara, pihak ahli waris juga memiliki itikad baik untuk membayar sisa kredit dari nasabah yang telah meninggal. Selasa (21/11)
Hi patimasang mengatakan bahwa pihak Bank BRI telah melakukan lelang tanpa melibatkan ahli waris dan pihak bank juga diduga tak memberikan asuransi jiwa kredit,"Ungkap kepada media persnews.my.id.Kami 9 November 2023.Di rumah kediamannya dijalan Jend Sudirman no 1 takalar.
“Suami saya ini sama halnya dianggap masih hidup, padahal telah meninggal. Selain itu, pihak bank juga tidak melibatkan kami selaku ahli waris,” tutur hj patimasang.
“Saya juga memiliki itikad baik untuk membayar sisa hutang dari suami saya, tetapi pihak bank tidak melibatkan ahli waris,” jelasnya lagi.
Hi.patimasang juga menjelaskan bahwa selama suami saya masih hidup,pembayarannya lancar di bank tersebut.
“Lalu, oknum yang ada di bank BRI menyatakan bahwa nasabah ini wanprestasi padahal nasabah telah meninggal dunia, bukannya tidak membayar hutang. Selain itu, pihak bank melancarkan surat agar melakukan rencana lelang, padahal surat tersebut diajukan kepada orang yang telah meninggal dunia,” tuturnya.
Saya juga sebagai ahli waris yang ditunjuk oleh seorang oknum pegawai bank BRI cabang Sungguminasa pada tahun 2012 itu tidak dilibatkan, bahkan tak mengetahui secara jelas proses pelelangan tersebut.
“Kami sebagai pihak ahli waris juga sama sekali tidak dilibatkan ataupun tidak disampaikan terkait lelang, siapa pembeli ataupun yang menang pada lelang tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, menurut hj patimasang menjelaskan isi dari pasal 833 ayat 1 yang berbunyi ahli waris dengan sendirinya memperoleh hak milik atas segala barang, piutang, dan hak dari pewaris.
“Jadi, undang-undangnya ini menyatakan segala piutang itu, hak waris punya kewajiban untuk melunasi hutang itu. Sementara, pihak BRI tak melibatkan ahli waris, malah selalu debitur,” jelas hj patimasang.
Ia juga mengungkapkan, oknum Bank BRI ini juga menekankan kepada debitur, bahwa pihak kreditur itu atau BRI hanya asuransi kebakaran. Sementara, didalam surat pernyataan persetujuan kredit itu tercakup proteksi hak gunanya itu berupa asuransi kerugian/jiwa kredit.
“Disini BRI hanya menekankan asuransi kebakaran yang bertolak belakang dalam surat persetujuan kreditnya itu yang tidak tercantum asuransi kebakaran. Berarti disini, oknum dari pihak BRI ini menghilangkan asuransi jiwa kreditnya itu,” jelasnya lagi.
Terkait masalah asuransi jiwa kredit, dia menjelaskan bahwa semuanya telah diatur dalam aturan Kementerian Keuangan No. 124/BMK.010/2008 terkait penyelenggaraan Lini usaha asuransi kredit.
“Pasal itu berbunyi pasal 1 nomor 2 peraturan Menteri Keuangan/2008 menyatakan asuransi kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit, apabila kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit,” ungkapnya.
“Asuransi ini dikenal dengan asuransi jiwa kredit. Asuransi jiwa kredit ini mengcover ketidakmampuan debitur dalam melunasi sisa pinjaman, akibat resiko meninggal,” lanjut Hj.patimatasang.
Jadi peran asuransi jiwa kredit ini mampu meringankan ahli waris ketika debitur itu meninggal, sisa hutang yang belum dibayarkan itu dianggap lunas. Berarti, semua lini bank wajib menyediakan asuransi jiwa kredit.
Adapun pihak bank BRI cabang takalar ini tak memakai aturan kementrian kuangan dan aturan pojk,serta aturan BI.Dimana pihak bank BRI cabang takalar ini juga dinilai memeiki sifat arogan terhadap wartawan dengan menghalang halangi tugas wartwan saat ingin konfirmasi dimana dalam aturan UUD pokok pers no 40 tahun 1999 pasal 18 ayat 1 menyatakan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Kemudian Pasal 18 ayat (2), “Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),"Jelas tim media.