JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengungkapkan MPR RI bersama Forum Alumni HMI-Wati (FORHATI) akan menyelenggarakan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI sekaligus Talk Show Kebangsaan dan Sosialisasi Pedoman Dasar Forhati. Talk show kebangsaan membahas tentang peran politik perempuan dalam Pemilu 2024, dengan turut menghadirkan para Capres - Cawapres beserta tim pemenangannya untuk menyampaikan gagasannya tentang masa depan Indonesia, khususnya dalam program pemberdayaan perempuan. Sekaligus memastikan ikim politik tetap sejuk hingga selesainya berbagai tahapan Pileg dan Pilpres 2024.
"Tingkat partisipasi perempuan dalam politik memang sudah meningkat. Tercermin dari keterpilihan kaum perempuan di parlemen yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Misalnya pada tahun 1999 baru mencapai 9 persen, kemudian meningkat menjadi 11,8 persen pada tahun 2004. Meningkat kembali pada tahun 2009 menjadi 18,3 persen, namun sedikit menurun tahun 2014 menjadi 17,3 persen. Pada tahun 2021, capaian ini kembali meningkat menjadi 21,9 persen. Meskipun kita mensyukuri peningkatan angka partisipasi perempuan dalam parlemen, namun capaian tersebut belumlah mencapai target yang diharapkan, yaitu sebesar 30 persen," ujar Bamsoet usai menerima Presidium Forhati, di Jakarta, Rabu (15/11/23).
Presidium Forhati yang hadir antara lain Cut Emma Mutia Ratna Dewi, Wa Ode Nurhayati, Elly Ernawati, dan Nurjanah.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, berdasarkan data Inter-Parliamentary Union (IPU) yang dirilis pada November 2022, dengan rasio persentase jumlah anggota parlemen perempuan sebesar 21,9 persen, Indonesia menduduki peringkat ke-105 dari 188 negara. Lebih rendah dibandingkan rata-rata persentase perempuan anggota parlemen di tingkat global yang mencapai 26,5 persen.
"Kesetaraan hak politik perempuan dan laki-laki sebenarnya telah dijamin oleh Konstitusi. Kita pun telah meratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan ke dalam Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1968. Lebih spesifik lagi, affirmative action sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa pengajuan calon legislatif harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. Di samping itu, penerapan zipper system mengatur, bahwa dari setiap 3 orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang perempuan bakal calon," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, berbagai bentuk keberpihakan tersebut juga ditopang oleh fakta, bahwa perspektif kaum perempuan terhadap kehidupan politik cukup menjanjikan. Ini tercermin dari rilis hasil penelitian Plan International Indonesia, yang mengangkat tema tentang “Remaja Perempuan dan Politik”. Hasil penelitian menunjukan bahwa 94 persen remaja perempuan percaya mengenai urgensi keterlibatan kaum perempuan dalam dunia politik.
Ironisnya, di sisi lain, penelitian yang sama juga mengungkapan bahwa lebih dari 97 persen remaja perempuan berpandangan bahwa masih ditemukan hambatan-hambatan untuk berpartisipasi dalam dunia politik.
"Menyikapi berbagai paradigma di atas, kita menyadari bahwa untuk mengoptimalkan partisipasi kaum perempuan, masih diperlukan adanya dorongan dari berbagai pemangku kepentingan. Salah satunya adalah dari partai politik, melalui proses rekrutmen politik yang akomodatif bagi kaum perempuan, untuk menjaring sebanyak-banyaknya perempuan yang memiliki potensi dan kompetensi," pungkas Bamsoet. (*)