PURBALINGGA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera, maka pelaksanaan pembangunan harus dikawal dari hulu sampai ke hilir, khususnya pembangunan desa. Karena desa adalah wilayah mandiri yang dapat menggerakkan ekonomi wilayah di sekitarnya, sehingga dapat menopang penguatan fondasi perekonomian negara.
"Pembangunan desa menjadi stimulan bagi perubahan sosial yang bermuara pada pemberdayaan masyarakat desa. Dan yang tidak kalah pentingnya, pembangunan desa memiliki peran sentral dalam dua aspek penting, yaitu upaya pengentasan kemiskinan serta pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah dan antara desa dan kota," ujar Bamsoet dalam Workshop 'Pengelolaan Keuangan Desa yang Akuntabel dalam Rangka Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi Desa yang Berkelanjutan' yang diselenggarakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Purbalingga, Jumat (8/12/23).
Hadir sebagai pembicara antara lain Wakil Bupati Purbalingga Sudono, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Hari Wiwoho, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah Tri Handoyo, Penggerak Swadaya Masyarakat Ahli Madya Direktorat Fasilitasi Pemasyarakatan Dana Desa Ditjen Pembangunan Desa dan Perdesaan Andrey Ikhsan Lubis, serta Kepala Bidang Administrasi Pemerintah Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah Didi Haryadi.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menuturkan, merujuk pada data statistik, persentase angka kemiskinan di desa mencapai 12,22 persen. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkotaan sebesar 7,29 persen. Indeks Kedalaman Kemiskinan di desa mencapai 2,035, jauh lebih tinggi dari perkotaan, pada angka 1,163.
"Demikian pula dari aspek Indeks Keparahan Kemiskinan, di pedesaan mencapai 0,511, lebih tinggi dari perkotaan yang memiliki indeks sebesar 0,281. Dalam aspek pengurangan kesenjangan, pembangunan desa menjadi penyeimbang untuk memangkas jurang perbedaan antara kehidupan di perkotaan dan pedesaan," kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, meskipun dari aspek kewilayahan, sebagian besar wilayah Indonesia adalah pedesaan, namun jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan lebih banyak dari pedesaan. Sebagai gambaran, pada awal tahun 2022, sekitar 42,1 persen penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, sedangkan 57,9 persen penduduk tinggal di perkotaan.
"Tingginya arus urbanisasi mengisyaratkan bahwa kota masih menjadi magnet yang menggiurkan bagi penduduk desa. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, pada tahun 2035, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan akan meningkat menjadi 66,6 persen. Dan menurut proyeksi Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan akan mencapai 70 persen pada tahun 2045," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini memaparkan, pembangunan pedesaan harus dimaksudkan untuk membangkitkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, dan mendorong transformasi desa menjadi magnet yang menarik sebagai tempat tinggal dan tempat mencari penghidupan. Agar maju dan berkembang, berbagai infrastruktur pedesaan termasuk sarana transportasi, listrik, telepon, sarana pendidikan, serta fasilitas kesehatan, harus tersedia dan memadai.
"Saya rasa kita memiliki pandangan yang sama, bahwa dalam konsepsi pembangunan nasional, pembangunan desa adalah penting dan strategis. Karenanya, pembangunan desa harus dikawal agar berdaya guna dan berhasil guna. Dalam konteks inilah, kehadiran BPKP memiliki peran penting dalam membantu mengawal agar siklus pengelolaan keuangan dalam pembangunan desa dilaksanakan secara akuntabel," pungkas Bamsoet.