KEBUMEN - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Legislator DPR RI Dapil 7 Jawa Tengah meliputi Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen Bambang Soesatyo mengajak masyarakat meninggalkan demokrasi politik transaksional. Dimana Pilkada, Pileg hingga Pilpres lebih didominasi oleh kekuatan finansial. Sementara kualitas ataupun program kerja dari para calon yang maju dalam Pilkada, Pileg atau Pilpres tidak lagi menjadi faktor utama.
"Saat ini bukan zamannya lagi melakukan kampanye dengan membagi-bagikan uang kepada masyarakat. Kandidat, tim pemenangan maupun relawan Caleg ataupun Capres-Cawapres yang masih melakukan hal itu, tidak ubahnya pihak yang tidak bisa move on dari kampanye zaman old," ujar Bamsoet dalam pengukuhan ribuan saksi Partai Golkar di empat kecamatan di Kabupaten Kebumen, Jumat (15/12/23).
Turut hadir antara lain, Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kebumen Halimah Nurhayati, Anggota DPRD Kabupaten Kebumen Partai Golkar Munawar Cholil dan Restu Gunawan, Caleg DPRD Provinsi Jawa Tengah Partai Golkar Dapil Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen Dwi Nugroho Marsudianto dan Ferry Wawan Cahyono serta para Caleg Partai Golkar DPRD Kabupaten Kebumen.
Dalam safari politik hari kedelapan di Dapil 7 Jawa Tengah, Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini telah melantik ribuan saksi TPS Partai Golkar dari 89 Desa di empat kecamatan Kabupaten Kebumen. Antara lain Kecamatan Sruweng, Puring, Kuwarasan dan Adimulyo.
Sebelumnya, Bamsoet telah mengukuhkan 6.450 Saksi TPS
Partai Golkar dari 266 Desa dan 12 Kelurahan di 20 Kecamatan Banjarnegara dan 5.928 saksi TPS Partai Golkar dari 239 desa dan kelurahan di 18 kecamatan Kabupaten Purbalingga.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, kampanye zaman now tidak lagi hanya sekedar mengobral janji-janji manis. Apalagi menebar uang untuk memperoleh suara dari para pemilih. Kehadiran fisik para kandidat dengan para pemilih, baik secara langsung maupun melalui media sosial, untuk menyampaikan visi, misi dan program kerja merupakan suatu keharusan.
"Pengalaman tiga kali Pemilu dengan sistem terbuka dari tahun 2009, 2014 dan 2019, melahirkan maraknya politik transaksional. Maraknya politik transaksional mengikis idealisme dan komitmen politik sebagai sarana perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat. Selain mendorong meningkatkan korupsi di tanah air," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menuturkan, hasil riset Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Burhanuddin Muhtadi, menemukan dalam dua Pilpres terakhir pada 2014 dan 2019, sekitar 33 persen atau 62 juta dari total 187 juta pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) terlibat praktik jual beli suara. Tingkat politik uang ini sangat tinggi, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peringkat politik uang terbesar di dunia.
"Karenanya, semua elemen bangsa harus memerangi politik transaksional pada Pemilu 2024. Jika Caleg atau Capres yang terpilih hanya mengandalkan money politic tanpa mempunyai kualitas serta kemampuan yang baik, bagaimana negara kita akan maju dan makmur. Karenanya, sudah saatnya para Caleg, Capres dan tim pemenangan kembali mengedepankan program, ide, gagasan dan kesungguhan kandidat untuk bekerja melayani rakyat,” pungkas Bamsoet.