JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo kembali mengingatkan sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 adalah masa kampanye. Para elite politik serta kontestan Pemilu harus senantiasa bersikap dewasa, santun, dan toleran dalam menghadapi pemilu 2024. Hindari sikap dan perilaku yang dapat merusak demokrasi, seperti golput, money politics, politik identitas, ujaran kebencian, dan provokasi.
"Mari kita lakukan kampanye secara damai, sehat, dan beradab, tanpa menjelek-jelekkan atau menyerang calon lain. Mari kita hormati hak dan pilihan orang lain, tanpa memaksakan pilihan kita. Saya yakin dan percaya, bahwa kita semua memiliki niat dan harapan yang baik untuk bangsa dan negara. Marilah kita bergandengan tangan, bersatu padu dan bekerjasama untuk mewujudkan cita-cita dan aspirasi kita. Jaga persatuan dan kesatuan. Apalah arti kemenangan kalau kemudian bangsa ini terpecah belah," ujar Bamsoet dalam Pelantikan Anggota MPR RI Pengganti Antar Waktu, di MPR RI, Senin (4/12/23).
Turut hadir Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah dan Lestari Moerdijat. Anggota MPR RI Pengganti Antar Waktu yang dilantik antara lain, Handayani dari Fraksi PKB daerah pemilihan Jambi, Rosiyati MH. Thamrin dari Fraksi PDI Perjuangan daerah pemilihan Kalimantan Selatan, Andhika Hasan dari Fraksi PDI Perjuangan daerah pemilihan Kalimantan Timur, serta Kamran Muchtar Podomi dari Fraksi Partai Nasdem daerah pemilihan Sulawesi Utara.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, Pemilu 2024 harus dijadikan momentum untuk menunjukkan komitmen terhadap demokrasi. Pemilu 2024 adalah kesempatan dan peluang untuk meningkatkan kualitas dan integritas sebagai warga negara, dengan menggunakan hak pilih secara bijak, cerdas, dan bertanggungjawab.
"Tentunya, tanpa mengesampingkan pentingnya menjaga persatuan, kesatuan, keamanan, dan perdamaian bangsa dan negara dalam proses demokrasi yang berlangsung agar berjalan dengan baik dan sukses," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, Pemilu sebagai cerminan implementasi demokrasi bukan sekedar persoalan “menang atau kalah”, tetapi tentang upaya merawat “tenun kebangsaan” yang telah dirajut selama 78 tahun sejak Indonesia Merdeka. Maka, baik dalam pemilihan legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, upaya untuk menjalani proses politik yang demokratis, tanpa mengumbar sentimen SARA ataupun menebar pesan pesan kebencian, akan menjadi kunci terjaganya marwah demokrasi.
"Dalam demokrasi, kita mengharapkan partisipasi, bukan sebatas mobilisasi. Tetapi bagaimana partisipasi itu terwujud, jika publik secara kolektif tidak pernah merasa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan penting pada berbagai level. Politik jangan menjadi semacam proses “beli putus”, di mana setelah pemilu berakhir, berakhir pula hubungan antara konstituen yang memilih dengan wakil rakyat yang dipilih," pungkas Bamsoet.