MEDIAHALUOLEO.COM - HAKIM SALDI ISRA: KEWENANGAN MK SELESAIKAN SENGKETA HASIL PILPRES*
Hakim konstitusi Saldi Isra menyampaikan kewenangan konstitusional MK untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu dan harus memastikan penyelenggaraan pemilu tak melanggar asas-asas pemilu, yakni jujur dan adil, sesuai amanat UUD 1945. Salah satu kunci penyelenggaraan pemilu yang demokratis adalah penegakan hukum pemilu dalam rangka melegitimasi hasil pemilu. Maka, sekalipun UU Pemilu mendesain dan menyerahkan problem hukum pemilu ke sejumlah lembaga, bukan berarti MK tidak bisa menangani perselisihan hasil pemilu. Terlebih problem hukum pemilu kerap tak tuntas. Singkat atau terbatasnya waktu penanganan persoalan hukum dan terbatasnya kewenangan lembaga yang mengatasi masalah hukum pemilu, kerap menjadi problem. Dan dalam hal belum tuntas, bisa memengaruhi hasil pemilu.
*SALDI ISRA: MK BUKAN “KERANJANG SAMPAH”
Meski MK tidak hanya mengadili persoalan angka-angka atau hasil rekapitulasi penghitungan suara, Hakim konstitusi Saldi Isra menegaskan, sebenarnya tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila MK menjadi tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan pemilu. Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain sama saja dengan menempatkan MK sebagai "keranjang sampah" untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia. Maka, lembaga yang sudah diberi kewenangan untuk menyelesaikan problem selama pemilu seperti Bawaslu dan Gakkumdu harus melaksanakan kewenangannya secara optimal.
*SALDI ISRA: DPR TIDAK BOLEH LEPAS TANGAN
Selain lembaga seperti Bawaslu dan Gakkumdu harus optimal menjalankan tugasnya, hakim konstitusi Saldi Isra mengatakan, lembaga politik seperti DPR tidak boleh lepas tangan atas problem yang terjadi selama pemilu, sehingga sejak awal harus menjalankan fungsi pengawasan dan menggunakan hak konstitusional yang melekat pada anggota DPR seperti hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat guna memastikan seluruh tahapan pemilu sesuai yang diamanatkan dalam UUD 1945. Penegasan itu, menurut Saldi Isra, diperlukan karena MK punya waktu terbatas dalam menangani perselisihan hasil pilpres, yakni hanya 14 hari kerja.
*SALDI ISRA: EKSEPSI PIHAK TERMOHON DAN TERKAIT TAK BERALASAN MENURUT HUKUM
Hakim konstitusi Saldi Isra menjelaskan, eksepsi pihak termohon (KPU) dan pihak terkait (Prabowo-Gibran) yang pada intinya menyatakan MK tak berwenang mengadili permohonan karena permohonan pemohon tak mendalilkan perselisihan hasil suara pilpres berupa penghitungan secara kuantitatif melainkan mendalilkan pelanggaran kualitatif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif adalah eksepsi yang tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan pemohon.
*HAKIM KONSTITUSI KELOMPOKKAN ENAM KLASTER DALIL PEMOHON ANIES-MUHAIMIN
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan Mahkamah Konstitusi mengelompokkan dali-dalil pemohon yang diajukan oleh tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Ada enam klaster yakni independensi penyelenggara pemilu; keabsahan pencalonan presiden-wakil presiden; bantuan sosial; mobilisasi pejabat/aparatur negara; prosedur penyelenggara; serta pemanfaatan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
*ARIEF HIDAYAT: GIBRAN JADI CAWAPRES TELAH SESUAI KETENTUAN BERLAKU
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan putusan Majelis Kehormatan MK yang menyatakan adanya pelanggaran etik berat dalam pengambilan Putusan MK Nomor 90/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden, tidak serta merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah akan adanya abuse of power oleh Presiden. Dengan demikian, persoalan yang didalilkan pemohon bukan lagi mengenai keabsahan syarat pencalonan, namun lebih tepat ditunjukkan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon Pilpres. "Menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden, dan telah sesuai dengan ketentuan dan tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah, " kata Arief
*ARIEF: PELANGGARAN ETIK KPU TAK BISA BATALKAN PENETAPAN PRABOWO-GIBRAN
Mahkamah Konstitusi tak dapat menjadikan alasan adanya pelanggaran etik oleh ketua dan anggota KPU yang tak segera menyusun rancangan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19/2023, untuk membatalkan hasil verifikasi dan penetapan pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Revisi PKPU tersebut merupakan tindak lanjut atas putusan MK Nomor 90/2023 yang mengubah syarat pencalonan presiden-wapres. Atas putusan itu, Gibran bisa melenggang maju dalam kontestasi Pilpres 2024.
“Substansi putusan DKPP mengenai dugaan pelanggaran etik tidak dapat serta merta dijadikan alasan Mahkamah untuk membatalkan hasil verifikasi dan penetapan pasangan calon yang telah ditetapkan oleh termohon (KPU). DKPP hanya mempersoalkan tindakan KPU yang tak segera menyusun rancangan perubahan PKPU No 19/2023, bukan mempersoalkan atau membatalkan pencalonan pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran,” ujar hakim konstitusi Arief Hidayat.
*MK NILAI PENCALONAN GIBRAN BUKAN NEPOTISME
Hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, menyatakan, Mahkamah mencermati dalil pemohon soal pencalonan cawapres pasangan nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka, dan kaitannya dengan Presiden Joko Widodo, tidak berhubungan dengan nepotisme. ”Telah dicermati oleh Mahkamah tidak berkenaan dengan proses pencalonan yang berhubungan dengan adanya hubungan nepotisme,” katanya.
Sebab, jabatan yang diikuti oleh Gibran Rakabuming Raka merupakan pemilihan (elected) bukan ditunjuk/diangkat secara langsung (appointed). Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme.
*MK: KENAIKAN TUNJANGAN ASN DI BAWASLU WAJAR DAN ADIL
Hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, menyebutkan, dalil pemohon soal kenaikan tunjangan kinerja bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Bawaslu, menurut Mahkamah adalah hal yang wajar dan adil. ”Justru menjadi ketidakadilan manakala ASN yang sudah memenuhi persyaratan untuk memperoleh kenaikan tunjangan kinerja namun tidak diberikan kenaikan dengan alasan menjaga netralitas ASN bersangkutan (in casu Bawaslu) dalam Pemilu,” katanya.
*MK TAK DAPAT ”MENEBAK” INTENSI BANSOS
Menurut Mahkamah, program perlindungan sosial (perlinsos) dapat dan lazim dilakukan sebelum maupun setelah bencana. Meski demikian, Mahkamah tak dapat mengetahui intensi di balik penentuan jangka waktu antisipasi maupun mitigasi bencana tersebut. Instrumen hukum acara di MK, khususnya hukum acara PHPU, senyatanya tidak memberikan cukup ruang waktu serta alat sarana untuk mendalami maupun menyelidiki intensi pembuatan suatu kebijakan pubik.
Lebih lanjut menurut Mahkamah, tak terdapat kejanggalan atau pelanggaran peraturan sebagaimana yang didalilkan pemohon karena pelaksanaan anggaran telah diatur secara jelas mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggunjawaban, termasuk pelaksanaan anggaran bansos yang disalurkan secara sekaligus dan yang langsung disalurkan oleh presiden dan menteri merupakan bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya.
*PRESIDEN TAK LANGGAR HUKUM SAAT BAGI-BAGI BANSOS
Hakim konstitusi Ridwan Mansur, menuturkan, tindakan Presiden Joko Widodo yang membagikan bantuan sosial belum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hukum positif. Terlebih, dalam persidangan Mahkamah tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan Mahkamah adanya korelasi dan hubungan kausalitas antara penyaluran bansos dengan pilihan pemilih.
”Namun demikian, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan dalam rangka perbaikan tata kelola penyaluran bansos ke depan, khususnya penyaluran bansos yang berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu perlu diatur secara jelas,” katanya.
Pengaturan menyangkut tata cara penyaluran, baik waktu, tempat, maupun pihak-pihak yang dapat menyalurkannya, sehingga tidak ditengarai sebagai tindakan yang dapat dimaknai sebagai bantuan bagi kepentingan elektoral tertentu
*MK: KERELAAN PETAHANA FAKTOR UTAMA PENINGKATAN KUALITAS DEMOKRASI
Mahkamah menilai, mutlak diperlukan kerelaan presiden petahana untuk menahan/membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan/dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat di pemilu. “Kesediaan/kerelaan presiden, serta kerelaan para petahana di level masing-masing yang menghadapi kemiripan situasi dengan kondisi pilpres merupakan faktor utama bagi terjaganya serta meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia,” ujar Hakim konstitusi Ridwan Mansur.
Di Pilpres 2024, seperti diketahui, Presiden Jokowi dipersepsikan banyak kalangan dekat atau mendukung pasangan Prabowo-Gibran.
*MK TAK TEMUKAN LANDASAN HUKUM KETIDAKNETRALAN PRESIDEN
Meski mahkamah menilai kerelaan petahana mutlak diperlukan, tetapi hal itu selama Pilpres 2024 masih masuk wilayah moralitas etik ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tak dapat dikenai sanksi hukum. “Mahkamah tak menemukan landasan hukum untuk dilakukan tindakan terkait dengan ketidaknetralan Presiden yang mengakibatkan keuntungan bagi pihak terkait (Prabowo-Gibran). Sekali lagi, karena tolok ukur atau parameter ketidaknetralan presiden dalam pemilu, termasuk wilayah etik, belum diatur tegas dalam peraturan perundang-undangan,” ujar hakim konstitusi Ridwan Mansur.
Untuk itu, Mahkamah menegaskan perlunya perubahan paradigma mengenai netralitas kekuasaan eksekutif demi mewujudkan pemilu jujur dan adil sesuai amanat UUD 1945. Perubahan paradigma harus melalui perubahan atas UU mengenai kepemiluan.
MK: PENURUNAN BALIHO GANJAR-MAHFUD DI BALI LEBIH BERSIFAT INSIDENTIL
Hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, mengatakan, dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu sesuai dengan tugas, kewenangan, dan kewajibannya. Adapun menurut Mahkamah, tindakan penurunan baliho maupun bendera partai politik selama kunjungan kerja Presiden Joko Widodo pada akhir Oktober 2023, lebih bersifat insidentil untuk mengantisipasi kehadirannya, bukan menjadi bagian dari representasi salah satu partai politik, dan bukan pula menunjukkan keberpihakan Presiden kepada salah satu partai politik maupun peserta pemilu.
”Terlebih, setelah acara kunjungan kerja Presiden berakhir, baliho maupun bendera dimaksud dikembalikan ke tempat semula tanpa adanya kerusakan,” katany
*MK TAK TEMUKAN PENGANGKATAN PENJABAT DAERAH BERPOTENSI MOBILISASI PEMILIH
Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh mengatakan, pengusulan penjabat kepala daerah telah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi karena diusulkan, dibahas, dan ditentukan dengan melibatkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah untuk mengusulkan calon penjabat kepala daerah kabupaten/kota, serta kementerian/lembaga terkait.
Mahkamah tidak menemukan fakta hukum adanya keberatan penjabat kepala daerah yang diangkat berpotensi akan memobilisasi pemilih sehingga akan memengaruhi perolehan suara Pasangan Calon Presiden Dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 Prabowo-Subianto-Gibran Rakabuming Raka. "Terlebih lagi, proses penunjukan penjabat itu sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Daniel.
PELANGGARAN NETRALITAS PJ KEPALA DAERAH DITINDAKLANJUTI BAWASLU
Hakim konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan dari dalil-dalil yang diajukan pasangan nomor urut 1, Anies-Muhaimin. Mereka menyinggung berbagai dugaan pelanggaran penjabat kepala daerah yang menyalahgunakan jabatannya. Dalam pertimbangannya, Guntur menyebut sudah ada tindakan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sesuai dengan kewenangannya. Sebagian dari dugaan pelanggaran juga sudah ditindaklanjuti ke KASN. Sementara itu, sejumlah bukti berupa berita maupun video soal pelanggaran, misalnya, kampanye terselubung Penjabat Gubernur Jawa Barat dinilai MK tidak kuat. ”Sejumlah bukti bersumber dari media online tanpa diikuti oleh dukungan saksi ataupun ahli untuk menguatkan dalil-dalil yang diajukan pemohon,” katanya
Lp. NIS